Sungguh hidayah itu datang tidak pernah disangka, hidayah datang kepada kita tidak peduli pada saat itu kita siap atau tidak. Aku baru menyadari suatu kebesaran Allah yang melintas di hatiku walaupun itu hanya melalui ‘sedetik’ pertemuan. Namanya At-Tin, mengingatkanku pada buah Tin yang sering dikutip Al-Quran. Aku mengenalnya 4 tahun yang lalu, ketika kami masih sama-sama bekerja di sebuah perusahaan batu bara di tengah belantara hutan Kalimantan.
Hidup ditengah-tengah hutan dan bekerja dengan mayoritas kaum adam, menjadikan alasan, mengapa kami berdua kemudian menjadi begitu akrab, seperti saudara sendiri. Banyak suka duka yang sering aku kerjakan bersama dia. Banyak hal membuat kami menjadi sangat dekat. Diantaranya; karena kami memiliki selera yang sama, dari pakaian, musik ataupun senang menonton film-film drama komedi. Kami sama-sama menyukai lagu-lagu Glenn Fredly, atau sering memajang foto vokalis ‘Ada Band’, Donnie Cahyadi Sibarani, yang cakep dan banyak diburu cewek-cewek di dompet kami masing-masing.
Entahlah, pernah suatu hari kami bercanda, kalau diantara kami ada yang menikah, kami berdua akan mengenakan jilbab besar sebagai hadiahnya.
Seperti kata pepatah, setiap ada perjumpaan, pasti ada perpisahaan. Setelah beberapa bulan berteman begitu dekat, kami akhirnya berpisah jua. Kami bersepakat berpisah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Aku pindah bekerja di perusahaan dekat dengan rumahku di kotaku, sementara ia pun begitu. Singkat cerita, aku sudah tak tau lagi kemana ia bekerja. Dan akupun tidak lagi menyimpan nomor hp-nya. Kami berdua benar-benar putus hubungan.
Hari berlalu begitu saja, dan aku menginjakkan kaki di kota Sengata, Kalimantan Timur, sebuah kota kecil nan tenang yang jauh dari keramaian kota. Aku kini sudah bekerja di dinas pemerintahan. Di sisa-sisa waktu luangku setelah bekerja aku gunakan untuk mengikuti beberapa pengajian di kota ini. Memang ini bukan kegiatan pertama kali. Semenjak mahasiswi, aku juga sering mengikuti pengajian. Namun kali ini agak lebih berbeda. Selain aku sudah tidak lagi ABG, aku sedikit lebih matang dan dewasa. Aku, kini menjali hidup baru.
Sebagai ‘warga baru’ di kelompok pengajian, aku menjadi pusat perhatian para akhwat dan umahat yang telah lama menjadi jama’ah disini. Maklum, mayoritas diantara mereka adalah kaum bercadar. Diantara yang tidak memakai hanyalah aku dan beberapa akhwat saja. Umumnya, mereka yang tidak memakai adalah para pekerja, terutama pekerja di instansi pemerintahan.
Sore itu, adalah pertemuan kedua dari 2 kali kegiatan yang aku ikuti. Seorang wanita bercadar, tiba-tiba duduk mendekatiku. Aku agak menggeserkan tempat dudukku. Mungkin, dia ingin duduk di sebelahku.
Namun aku keliru, rupanya, dia sudah mengenalku. ‘Rin..,” sapanya. Tentu saja aku kaget. Sebab aku tak bisa mengenalinya, kecuali hanya kedua matanya. Tapi aku sangat kenal suara itu. Aku kenal dengan suara yang tak bisa menyebut fasih huruf “R”, nama depanku itu. Aku juga mengenal dengan alis dan dua matanya meskipun masih tertutup cadar. Subhanalah, jeritku! Dia lantas membuka cadarnya di depanku, aku benar-benar terpenjat,..aku tak percaya,..dia tersenyum dihadapanku. Dia adalah At-Tin!
Ya Allah,..dia adalah temanku, temanku yang 4 tahun lalu sekamar denganku sewaktu kami masih bekerja di tengah hutan, temanku yang dulu ‘hilang’. Dia yang sama seleranya denganku, dari cara berpakaian, sampai gaya hidupnya. Tapi siapa sangka, perubahan ini begitu cepat. Mungkin Allah memilihkan jalan lain untuknya dan juga mungkin untukku. Kini, wanita yang dulu adalah pengagum vokalis “Ada Band” Donnie Cahyadi Sibarani ini menggunakan cadar.
Kini, dia tidak lagi menggunakan make-up diwajahnya, tidak ada lagi keusilan yang dulu sering kami lakukan. Semua hilang tak berbekas. Namun karena Allah jua kami akhirnya bertemu lagi. Tapi dengan keadaan yang benar-benar berbeda. Aku masih tak percaya dan benar-benar tak menyangka.
At-Tin bercerita kepadaku, mengapa akhirnya dia sampai di sini, dikota ini. Di kota yang telah dipilihkan Allah untuk aku bertemu kembali dengannya. At-Tin, kini telah menikah dengan seorang pria yang sekarang bekerja di perusahaan batubara terbesar di sini, Dia sempat 1 tahun berada di pondok pesantren, karena orang tuanya tidak setuju dengan prinsipnya yang mengenakan cadar. ‘Walaupun manusia telah menjauhiku, tapi bagiku ridha Allah itu lah yang terpenting,…,” begitulah ungkapnya kepadaku.
“Kecantikan itu harus di tutupi, hanya untuk suami kita bisa berbagi. hanya untuk suami kita tampil cantik, ” tambah Tin kepadaku.
Begitulah cara Allah menunjukkan jalan dan hidayah pada hambanya. Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah mengirimnya untukku kembali.
Setelah pertemuan itu aku sering bertandang kerumahnya sepulang dari kerja. Kebetulan, suaminya baru pulang kerja jam 5 sore. Di sela-sela kesempatan itu, kami bisa bercerita apa saja kegiatan selama kami berpisah. Meski kini, sudah tidak ada lagi saling semir-menyemir rambut, tukar menukar foto artis, dan tidak ada lagi tukar-menukar baju seperti yang dulu kami lakukan di camp di tengah hutan.
Mungkin benar, ucapan adalah doa. Kami ingat kata-kata kami berdua dulu yang pernah mengatakan, “jika diantara kami berdua menikah, kami akan mengenakan jilbab besar..” Dan sekarang, semuanya terbukti.
Sepekan lalu dia berpamitan denganku, dia mengikuti suaminya pindah kerja di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. sekalian pulang ke ‘kampung’ halaman suaminya di Lubuk Linggau. Aku ingat dulu dia pernah bilang, “Sekali-kali tinggal di luar Kalimantan neng.” (dari dulu dia selalu memanggilku Oneng, katanya aku mirip Oneng di serial Bajuri, dan menurutnya aku ini cerewet dan agak telmi seperti Oneng).
Perpisahaan kedua ini membuat hatiku kembali sepi, karena baru saja Allah mengembalikan dia kepadaku, kini harus berpisah lagi. Namun aku sadar akan ‘masa’ di dunia ini. Setiap awal mesti ada akhir, setiap petemuan pasti ada perpisahaan, semua ada saatnya,..ada saatnya nanti aku akan bertemu lagi dengan dia.
“Tetap komunikasi dan berukhuwah ya neng,..tetap istiqomah ya jangan lupa selalu tawakkal apapun yang terjadi selalu ingat akan Allah,” begitu pesan-pesannya via SMS. Aku selalu tersenyum jika membaca keluhan dia selama beradaptasi menjadi orang Sumatera. “Sabar, semua ada akhirnya, nanti juga kamu pasti bisa cocok dengan keadaan di sana, jalani aja,” itulah jawaban yang sering aku sampaikan kepadanya.
“Suatu hari aku yakin kita pasti akan ketemu lagi, entah itu dimana di suatu tempat yang sudah dipilih Allah karena aku yakin Allah sedang mengatur pertemuan untuk kita,” tambahku.
Sungguh aku tidak pernah menyangka, saat-saat kami mencari ridho Ilahi, kami dipertemukan kembali. Walaupun aku dan dia sudah tidak menyimpan nomor hp dan tidak pernah berkomunikasi lagi, tapi dengan ijin Allah segalanya tidaklah sulit. Apalagi, kami berdua telah bertemu dalam kondisi berbeda dari sebelumnya. Kami bertemu dalam suasana baru dan dunia baru. Karena itulah, meski jauh, kami senantiasa tetap dekat. Semoga kami bisa tetap mempertahankan ukhuwah ini.
“Jangan ganti-ganti nomer lagi ya neng,..”Begitu pesan yang selalu aku baca darinya. Ya Tin, nomor ini akan aku pakai sampai akhir hayatku,” demikian kata batinku.
Sumber: Kebun Hidayah
[Tulisan ini adalah cerita asli dari sang penulis. Dan diedit ulang www.hidayatullah.com]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar