Selasa, 15 Juni 2010

SURAT IBU UNTUK ANAK DURHAKA


Wahai Anakku!

Inilah surat dari ibumu yang lemah, yang ditulis dengan pen...uh rasa malu
setelah lama mengalami keraguan dan kebimbangan. Ibu pegang penanya
berkali-kali lantas terhenti, dan ibu letakkan lagi pena itu karena air
mata berlinang berkali-kali yang disusul dengan rintihan hati.



Wahai Anakku!

Sesudah perjalanan waktu yang panjang, ibu rasa engkau sudah dewasa dan
memiliki akal sempurna maupun jiwa yang matang. Sedangkan ibu punya hak
atas dirimu, maka bacalah sepucuk surat ini; dan jika tidak berkenan
robek-robeklah sebagaimana engkau telah merobek-robek hati ibu.



Wahai Anakku!

Dua puluh lima tahun yang lalu adalah hari yang begitu membahagiakan
hidup ibu. Ketika dokter memberitahu ibu, ibu sedang mengandung. Semua
ibu tentu mengetahui makna ungkapan itu, yakni terhimpunnya kebahagiaan
dan kegembiraan, serta awal perjuangan seiring dengan adanya berbagai
perubahan fisik maupun psikis. Sesudah berita gembira itu ibu peroleh,
dengan senang hati, ibu mengandungmu selama sembilan bulan.

Camkanlah wahai Anakku!

Ketuaan mulai nampak dalam belahan rambutmu. Tahun demi tahun akan
berlalu, dan engkau akan menjadi tua renta, sedangkan setiap perbuatan
pasti akan dibalas setimpal. Engkau akan menulis surat kepada setiap
anak-anakmu dengan cucuran air mata, sebagaimana yang ibu tulis untukmu.
Dan di sisi Allah, akan bertemu orang-orang yang berselisih, hai
Anakku. Maka bertakwalah engkau kepada Allah terhadap ibumu. Usaplah air
matanya dan hiburlah agar kesedihannya sirna.



Robek-robeklah surat ini setelah engkau membacanya. Namun ketahuilah,
siapa saja yang beramal shaleh, maka keshalehan itu buat dirinya
sendiri, dan siapa yang berbuat jahat, maka balasan buruk bakal
menimpanya.



"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya
sendiri, dan barangsiapa berbuat jahat, maka (dosanya) menjadi
tanggungannya sendiri. Dan Rabbmu sekali-kali tidaklah menzalimi
hamba-hamba-Nya." (QS. Fushshilat: 46).



Ibu berdiri, tidur, makan dan bernafas dengan susah payah. Namun itu
semua tidak menyebabkan surutnya cinta ibu padamu dan kebahagiaan ibu
menyambut kehadiranmu. Bahkan rasa cinta dan kerinduan ibu padamu tumbuh
subur dan berkembang hari demi hari. Ibu mengandungmu dalam kondisi
yang lemah dan bertambah lemah, payah dan bertambah payah. Ibu sangat
bahagia meski bobotmu semakin berat, padahal kehamilan itu sangat berat
bagi ibu.



Itulah perjuangan yang akan disusul dengan cahaya fajar kebahagiaan
setelah berlalunya malam panjang, yang membuat ibu tidak bisa tidur dan
kelopak mata ibu tak bisa terpejam. Ibu merasakan derita yang sangat,
rasa takut dan cemas yang tak bisa dilukiskan dengan pena dan tak
sanggup diungkapkan dengan retorika lisan. Ibu telah berkali-kali
melihat kematian dengan mata kepala ibu sendiri, sehingga akhirnya
engkau lahir ke dunia ini. Air mata tangismu yang bercampur dengan air
mata kegembiraan ibu telah menghapus seluruh derita dan luka yang ibu
rasakan.



Wahai Anakku!

Telah berlalu tahun demi tahun dari usiamu, dan dirimu selalu ibu bawa
dalam hati ibu. Ibu memandikanmu dengan kedua tangan ibu. Pangkuan ibu
sebagai bantalmu. Dada ibu sebagai makananmu. Ibu berjaga semalaman agar
engkau bisa tidur. Ibu susuri siang hari dengan keletihan demi
kebahagiaanmu. Dambaan ibu tiap hari adalah melihatmu tersenyum. Dan
idaman ibu setiap saat adalah engkau meminta sesuatu yang ibu sanggup
lakukan untukmu. Itulah puncak kebahagiaan ibu.



Itulah hari-hari dan malam yang ibu lalui sebagai pelayan yang tak
pernah menyia-nyiakanmu sedikit pun. Sebagai wanita yang menyusuimu
tiada henti, dan sebagai pekerja yang tak pernah putus hingga engkau
tumbuh dan menjadi seorang remaja. Dan mulailah nampak tanda-tanda
kedewasaanmu. Ketika itu pula, ibu kesana kemari mencarikan calon istri
yang kau inginkan. Lalu tibalah saat pernikahanmu. Denyut jantung ibu
terasa berhenti dan air mata ibu deras bercucuran karena gembira melihat
hidup barumu dan karena sedih berpisah denganmu.



Saat-saat yang begitu berat telah lewat. Namun engkau seolah bukan lagi
anak ibu, seperti yang ibu kenal selama ini. Sungguh engkau telah
mengabaikan diri ibu dan tidak mempedulikan hak-hak ibu. Hari-hari
berlalu dan ibu tidak lagi melihatmu dan tidak pula mendengar suaramu.
Engkau masa bodoh kepada ibu yang selama ini menjadi pelayan yang
mengurusimu.



Wahai Anakku!

Ibu tidak meminta apa pun selain posisikanlah diri ibu ini seperti
kawan-kawanmu yang terdekat denganmu. Jadikanlah ibu sebagai salah satu
terminal hidupmu sehari-hari, sehingga ibu dapat melihatmu meskipun
sekejap.



Wahai Anakku!

Punggung ibu telah bongkok. Anggota tubuh ibu telah gemetaran. Beragam
penyakit telah membuat ibu semakin ringkih. Rasa sakit senantiasa
mendera ibu. Ibu sudah susah untuk berdiri maupun duduk, namun hati ibu
masih sayang padamu.



Andaikan ada seseorang yang memuliakanmu sehari, tentu engkau akan
memuji kebaikannya dan keelokan budinya. Padahal, ibumu ini telah
benar-benar berbuat baik kepadamu, namun engkau tak melihatnya dan tak
mau membalas kebaikannya. Ibumu telah menjadi pelayanmu dan telah
mengurusmu bertahun-tahun. Lantas manakah balas budi dan hak ibu yang
harus engkau tunaikan? Sekeras itukah hatimu? Apakah hari-hari sibukmu
telah menyita seluruh waktumu?



Wahai Anakku!

Ibu merasakan kebahagiaan dan kegembiraan bertambah saat melihatmu hidup
bahagia, karena engkau adalah buah hati ibu. Apa salah ibu sehingga
engkau memusuhi ibu, tak suka melihat ibu, dan engkau merasa berat untuk
mengunjungi ibu? Apakah ibu pernah berbuat salah padamu atau pelayanan
ibu kurang memuaskanmu?



Jadikanlah ibu seperti pelayan-pelayanmu yang engkau beri upah.
Curahkanlah setitik kasih sayangmu. Renungkanlah jasa ibu dan berbuat
baiklah. Sungguh, Allah amat menyukai orang-orang yang berbuat baik.



Wahai Anakku!

Ibu sangat berharap bisa bersua denganmu. Ibu tak ingin apapun selain
itu. Biarkanlah ibu melihat muramnya wajahmu dan episode-episode
kemarahanmu.



Wahai Anakku!

Sisakan peluang di hatimu untuk berlembut-lembut dengan seorang wanita
renta, yang diliputi kerinduan dan dirundung kesedihan ini. Yang
menjadikan kedukaan sebagai makanannya dan kesedihan sebagai selimutnya.
Engkau cucurkan air matanya. Engkau membuat sedih hatinya dan engkau
memutuskan hubungan dengannya.



Ibu tidak mengeluhkan kepedihan dan kesedihan ibu kehadirat-Nya, karena
jika ibu adukan perkara ini ke atas awan dan ke pintu gerbang langit
sana, ibu khawatir hukuman akan menimpamu, dan musibah akan terjadi
dalam rumah tanggamu, lantaran kedurhakaanmu. Karena ibu teringat
peringatan junjungan kita Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

Tidak ada komentar:

 
;